Selasa, 31 Juli 2007

Rindu Yang Tersekat Jeruji Besi

by Maulisa

Puluhan anak-anak berumur sekitar belasan tahun berseragam orange Selasa (24/7), memenuhi ruangan yang sengaja dibiarkan sebagian terbuka tanpa penyekat dibagian kanan dan kirinya, sehingga udara bebas bisa keluar masuk. Wajah mereka tampak berseri-seri.
47 orang anak duduk dengan tertib, pada bangku-bangku memanjang yang sudah disediakan. Dan mendengarkan dengan seksama kata sambutan yang disampaikan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak (Lapas) Eddy Suyanto dan Kepala Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Barat, Kadir UBBE.
Usai penyampaian kata sambutan, salah satu diantara mereka menyampaikan puisi. Suasana seketika menjadi hening berpuluh-puluh pasang mata menatap si bocah dengan pusinya yang sangat menyentuh tentang apa yang dirasakannya rindu terhadap keluarga yang ditinglakan dan alam kebebasan serta penyesalannya atas perbuatan yang telah dilakukan.
Setelah itu mereka bernyanyi bersama dengan liriknya yang diubah lagu yang berjudul cucak Rowo : Kami anak indonesia tak pernah putus asa, walau di lembaga tapi selalu ceria, demikian penggalan lirik yang dapat saya tangkap.
Di depan mereka terpasang spanduk besar yang bertuliskan ‘Pelatihan Anak Nakal Melalui Dinamika Kelompok Di Alam Terbuka (DKAT) Pelayanan Rehabilitasi Sosial Anak Nakal Provinsi Kalimantan Barat 2007.’ Kehadiran mereka di Aula tersebut guna menghadiri pembukaan Out Bond yang dilaksanakan oleh Lapas Anak Jalan Sungai Raya Dalam Kabupaten Kubu Raya.
Sebelum bubar mereka juga sempat menyebutkan yel-yel yang membuat kita menjadi semakin terharu berkenaan dengan komitmen mereka bila telah menyelesaikan masa hukuman di Lapas Anak tersebut. ”Aku bisa...Aku bisa...Aku bisa...!!!” teriak mereka serempak membahana diseluruh ruangan sambil mengepalkan tinju ke udara.
Setelah acara pembukaan berlangsung mereka istirahat. Sebagian melewati pintu sebelah kanan yang dibagian atasnya bertuliskan, ’Kemarin aku melanggar hukum, Hari ini aku Belajar, Esok Aku Membangu.” Sebagian lagi melewati pintu sebelah kiri yang dibagian atasnya bertuliskan, ’Pendekatan Petugas Pemasyarakatan Dengan Narapidana atau Tahanan : Bagaikan Seorang Dokter Dengan Pasiennya, Bagaikan Guru Dengan Muridnya, Bagaikan Orang Tua Dengan Anaknya.”
Seketika aula tersebut menjadi lengang. Hanya beberapa petugas yang tampak masih bercakap-cakap serta membereskan ruangan. Sementara itu saya menghampiri pak Eddy Suyanto untuk memberi saya izin mewawancarai salah seorang penghuni Lapas Tersebut.
Sambil menunggu anak-anak tersebut saya berbincang-bincang sejenak dengan beliau mengenai atifitas sehari-hari anak-anak tersebut. Eddy mengungkapkan bahwa di Lapas jadwal anak-anak sudah terjadwal sejak bangun tidur hingga menjeang tidur.
”Kami disini lebih banyak memberikan pembinaan kepada mereka tentang agama yang disesuaikan dengan masing-masing anak, juga memberikan keterampilan kepada mereka untuk bekal mereka setelah keluar nanti,” ujar Eddy.
Dikatakan oleh adapun bentuk keterampilan yang diberikan yakni untuk perempuan seperti mennjahit, menyulam dan untuk laki-laki seperti otomotif, pembutan batako dan sebagainya.
Selang beberapa menit berlalu, tak lama muncul tiga orang anak yang kami tunggu. Eddy memberikan waktu kepada saya untuk berbincang-bincang dengan mereka. Semula mereka tampak enggan, takut dan malu-malu ketika ditemui wartawan. Namun lambat laun mereka kemudian dengan lancar bercerita tentang apa yang telah mereka lakukan hingga akhirnya menginjakkan kaki di tempat tersebut.
Vicky Verdinan, salah satunya. Sambil meremas ujung-ujung jarinya Ia menceritakan perihal nasib yang telah menimpanya. Bocah yang baru menginjak usia empat belas tahun ini terpaksa harus mendekam diri di balik jeruji besi.
Tak pernah terpikirkan oleh Vicky bila akhirnya Ia harus menjalani hari-hari di Lapas anak tersebut. Vicky yang anak tunggal sejak kecil di tinggal oleh Bapaknya, menyadari perempuan yang telah melahirkannya hidup seorang diri tanpa suami, membuat Vicky mengurungkan banyak keinginan untuk menikmati hidup seperti kebanyakan anak-anak lainnya.
Namun lambat laun tak urung pula ia tergiur oleh mainan yang saat itu sedang lagi trendnya dimainkan oleh anak-anak seusianya yakni Play Station. Hingga tanpa ia sadari, akhirnya Vicky mencuri Playstation, sayangnya aksinya tersebut ketahuan dan akhirnya Ia digiring ke kepolisian.
”Saya tidak punya uang lebih untuk membeli mainan, akhirnya saya curi,” ungkap Vicky datar dengan pandangan yang makin menunduk.
Begitu ia dijatuhi hukuman oleh Jaksa, seketika ia merasa sangat menyesal.
”Saya melihat ibu menagis, saat itu saya merasa sangat menyesal,” kata Vicky dengan bola mata yang hampir berkaca-kaca.
Hampir satu tahun empat bulan Vicky menghabiskan hari-harinya di Lapas anak tersebut. Setiap malam yang ia lalui adalah sebuah rindu kepada keluarga yang selalu menghampirinya. ”Kangen sekali..” ucapnya sambil tersenyum getir ketika ditanyai perasaannya terhadap perempuan yang kini telah membesarkannya.
Kini sesal yang telah setiap hari direguknya telah menjadi motivasi bagi Vicky untuk melakukan lebih baik lagi di kemudian hari. Waktu yang telah dihabiskannya di Lapas dimanfaatkan benar-benar untuk belajar keterampilan khusunya otomotif.
”Kalau saya bebas hal pertama yang saya lakukan adalah minta maaf sama Ibu, janji tidak akan melakukannya dan berusaha untuk membahagiakan orang tua,” ungkapVicky yang dalam waktu dua bulan kedepan akan segera bebas.
Namun lain halnya dengan Solihin (17). Bocah berkulit gelap dengan tubuh tinggi semampai ini lebih teresan santai ketika menghadapi wartawan. Solihin mengaku kasus asusila yang telah dilakukannya satu setengah tahun yang lalu, telah menggiring ia ke lapas.
Sebelum ke Lapas, Solihin mengaku pernah berada di rumah tahanan (rutan) di mempawah, Kabupaten kota Pontianak.
”Disini tempatnya menyenangkan, kita sama-sama belajar dan banyak hal yang bisa kita petik untuk bekal kita dikemudian hari,” ungkap Solihin yang pada mulanya takut berada di Lapas.
Dua tahun lebih lagi Solihin menghabiskan waktunya di Lapas. Ia berharap dengan niat baik dan tingkah laku yang mendukung kelak ia juga bisa mendapat keringanan.
Sedangkan rindu kepada orang tua adalah hal yang tidak bisa disembunyikannya.
”Saya menyesal sudah membuat kedua orang tua saya malu dan sedih,” katanya datar.
Dalam empat sampai lima bulan sekali, Ibunya akan menjenguknya dan disaat itulah ia akan menumpahkan segala keluh kesah serta kerinduan kepada orang yang dicintai.
Sama halnya dengan Vicky, selama di Lapas ia juga memanfaatkan waktunya sebaik mungkin.
”Saya tertarik dengan bengkel dan kegiatan otomotif lainnya, makanya saya ikut kegiatan itu nanti kalau sudah keluar saya mau buka bengkel saja,” ujar Solihin.
Sesal adalah hal terakhir yang keluar dari kedua bocah tersebut. Namun berkat arahan yang baik dari para pembina mereka selama di Lapas, sesal mereka arahkan pada kekuatan untuk memotivasi diri agar tidak lagi terjebak dalam tindakan yang akan membawa mereka kembali ke tempat itu lagi.
”Meski disini enak, saya berjanji tidak akan kembali lagi ke tempat ini,” janji solihin.
Waktu telah bergulir menuju penggalan hari, meski waktu telah menunjukkan hampir pukul dua belasan, namun cuaca diluar tapak mendung. Saya segera mohon diri untuk pamit kepada mereka semua. Kami bersalaman dan mengucapkan terimaksih. (publin in Borneo Tribune Agustus 2007)

lengkapnye baca sorang....

Kerupuk Basa...

Jajanan Khas Dari Daerah Hulu Kalbar

Maulisa

Jika sewaktu-waktu anda mempunyai kesempatan berkunjung ke daerah hulu Kalbar seperti kabupaten Sintang dan kabupaten Kapuas Hulu jangan sampai melewatkan jajanan unik yang satu ini. Wah...dari namanya saja unik ya? Karena pada umumnya kerupuk jika terkena air tentu tidak garing dan rasanya jadi kurang enak. Namun kerupuk basa yang satu ini memang justru sengaja dibuat basah, tetapi bukan berarti berair dan juga bukan kering seperti kerupuk yang digoreng. Tetapi makanan khas dari daerah hulu kalbar ini dimasak dengan cara direbus kemudian dikuskus. Saat menyantapnya bisa di temani saos cabe atau bumbu kacang.

Kerupuk basah ini, sudah dikenal masyarakat setempat secara turun temurun. Terutama masyarakat di daerah hulu Kalbar sepanjang pesisir sungai. Disamping itu karena bahan Untuk membuatnya juga tidak membutuhkan waktu yang lama. Kurang lebih setengah jam sampai satu jam. Sementara itu bahan yang dibutuhkan juga terbilang mudah didapat. Seperti ikan, tepung kanji, air, serta bumbu seperti garam dan penyedap rasa.

Tidak semua ikan bisa dijadikan kerupuk basa. Umumnya ikan yang bisa dijadikan kerupuk basa adalah ikan yang memilki kandungan lemak yang tinggi seperti ikan belida, ikan toman. Karena jika tidak hasilnya bisa jauh dari yang diharapkan. Selain rasanya tidak enak juga bahan-bahan tidak bisa menyatu. Anda bisa mencoba membuatnya sendiri di rumah. Prosesnya sebagai berikut:

Pertama-tama ikan dibersihkan, dilepaskan dari tulang serta kulit. Jadi yang tertinggal bagian dagingnya saja. Setelah bersih, daging ikan tersebut digiling bisa menggunakan mesin penggiling rempah. Proses penggilingan harus benar-benar halus sehingga biasanya perlu dua sapai tiga kali pengulangan. Setelah dirasakan cukup halus, dicampur dengan kanji. Adapun perbandingannya bisa 3:1 tergantung wadah yang kita gunakan. Selanjutnya adonan tersebut diaduk-aduk sampai rata sambil menambahkan air secukupnya. Bila sudah terasa kenyal baru anda bisa menambahkan bumbu seperti garam, bawang merah dan bawang putih serta penyedap rasa secukupnya sesuai dengan selera.

Jika adonan kerupuk basa sudah siap. Maka proses selanjutnya adalah menggilingnya membentuk batangan. Biasanya supaya lebih mudah saat menggiling adonan tersebut, kita bisa menaburkan sedikit tepung kanji di papan yang digunakan saat menggiling. Panjang dan besar gulungan tergantung selera.

Setelah semua sudah siap. Baru proses pemasakan yang menggunakan air yang sudah mendidih. Masukkan satu persatu, kira-kira 20 sampai 30 menit baru bisa diangkat atau bisa dilihat ciri-ciri fisik seperti sudah mengembang. Selanjutnya tiriskan. Setelah kering baru dilumuri tepung kanji lagi. Hal ini dimaksudkan agar kerupuk basa ini bisa tahan lama disimpan dan mencegah timbulnya jamur.
Jadi jangan khawatir untuk membawanya sebagai buah tangan. Jika anda membelinya sesampainya dirumah, harus dibersihkan dahulu tepung kanji yang melekat dengan menggunakan air. Setelah itu baru di kukus. Selanjutnya kerupuk basa siap disantap baik untuk hidangan menjadi lauk pauk maupun dimakan sebagai cemilan sehari-hari. Disamping itu kerupuk basa ini juga baik dikonsumsi berhubung bahan dasarnya ikan tentu saja kerupuk basa ini kaya akan protein.

lengkapnye baca sorang....

Mawardi Sang Pencinta Bonsai
Berburu Bonsai Hingga Ke Hutan

Maulisa Borneo Tribune, Pontianak


“Merawat bonsai seperti merawat bayi,” itulah kata pertama yang meluncur dari mulut seorang bapak dari tiga orang anak ini.
Mawardi (48) hanya seorang pria tamatan Sekolah Dasar (SD). Namun kecintaannya terhadap bonsai bisa dikatakan dapat mengalahkan mereka yang pernah mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Walau begitu, keahliannya dalam membonsai tidak lantas membuat ia lupa diri.
“Untuk membuat bonsai tidak ada kaitannya dengan sekolah tinggi, yang penting memiliki perasaan suka, maka keahlian itu bisa mengalir dengan sendirinya,” kilah Mawardi kalem.
Siang itu Selasa (10/7) saya mengunjungi Mawardi di kediamannya jalan Danau Sentarum gang Wonosobo nomor 14 Pontianak. Sebuah rumah yang halaman depannya nya ia gunakan untuk meletakkan berbagai jenis koleksi bonsainya. Beberapa tanaman hias lainnya, ia letakkan di dekat rak bonsainya serta dibagian kiri dan kanan menuju pintu masuk rumahnya.
Hampir dua puluh enam tahun sudah Mawardi menekuni hobi membonsai tanaman. Bercengkrama dengan tanaman-tanaan mungil yang eksotik dan terkesan tua ini dilakukannya setelah menunaikan tugas sebagai seorang loper di koran Harian Borneo Tribune. “Kalau sudah merawat bonsai bisa lupa waktu,” kata Mawardi.
“Membentuk bonsai sama halnya dengan melukis, bedanya kalau pelukis pada umumnya melukis di atas kanvas sedangkan sedangkan pada tanaman seperti melukis yang tidak ada habis-habisnya, terus di pelihara,” ujar pria berkacamata ini.
Menurut Mawardi, awal ia mulai menyukai Bonsai tidak disengaja. Waktu itu ia sedang berbincang-bincang dengan seorang temannya tentang tanaman hias dan juga kebetulan memiliki tanaman yang di bonsai. “Awalnya saya waktu itu ngobrol-ngobrol dengan teman yang bekerja sebagai tukang kebun, kemudian dari obrolannya saya mulai tertarik,” kenang Mawardi.
Lewat program acara yang ditayangkan di TVRI tentang training membonsai tanaman juga tak luput dari perhatian Mawardi. tayangan itu menjadi sumber inspirasinya sehingga keinginannya untuk belajar membonsai tanaman semakin kuat. Merasa tidak puas karena tayangannya hanya seminggu sekali, maka Mawardi berinisiatif untuk menambah ilmunya melalui berbagai cara salah satunya dengan membaca. Bahkan ia tk segan, membeli buku yang waktu itu masih terbilang langka di Pontianak.
“Kalau dulu, toko buku di Pontianak masih sedikit, kalau pun ada buku-buku yang dijual tidak banyak, kebetulan saya punya teman yang sering bolak-balik Jakarta, jadi saya titip beli sama dia,” urai Mawardi.
Melalui sebuah buku dan juga bertanya dengan rekan-rekan yang juga menyukai bonsai akhirnya pelan-pelan Mawardi mempraktekkan. Seperti seseorang yang sedang berjalan, apa yang diharapkan tidak langsung berhasil. Namun tampaknya itulah yang harus diperlukan dari seorang pembonsai. “Kesabaran memang sangat diperlukan karena tanaman yang dibonsai tidak langsung jadi, bisa bertahun-tahun,” jelas Mawardi. Mawardi.
Menurut Mawardi tanaman yang berasal dari galian atau bongkahan, tanda-tanda bonsai pada tanaman baru bisa dilihat kira-kira satu tahun. Sedangkan tanaman yang berasal dari stek atau cangkok penampakan bahwa tanaman itu bisa dikatakan bonsai kira-kira berumur lima tahun.
Mawardi juga mengatakan bahwa suatu tanaman dapat dikatakan bonsai adalah tanaman yang batag dan cabangnya tinggi dan besarnya harus simetris. “Banyak anggapan kalau bonsai itu yang penting pendek, rimbun , batang besar maka disebut bonsai. Padahal belum tentu, ada tanaman yang tingginya hanya 5 cm, sudah bisa disebut bonsai yang penting tinggi, besar batang dan cabangnya simetris,” ulas Mawardi.
Selain itu Mawardi juga menambahkan, yang terpenting dari sebuah bonsai adalah kesan alaminya yang tidak boleh hilang. “Bonsai harus benar-benar tampak alami seoah-olah ia telah hidup beratus-ratus tahun yang lalu,” katanya.
Kata Mawardi, tanah yang seharusnya menutupi akar pada tanaman muda, maka pada usinya yang tua tanah itu seolah-olah mengalami erosi sehingga tanahnya luruh dan batangnya yang besar-besar kelihatan. “Akar dan batang yang besar itu kelihatan karena seolah-olah tanaman tersebut terjadi erosi, sehingga kesan tuanya namapak sekali,” ujar Mawardi sambil menatap bonsai kesayangannya.
Bonsai yang terdapat di dalam pot biasanya lebih tahan dari pada bonsai yang tumbuh di dalam tanah. “Bonsai yang terdapat di dalam pot bisa tahan sampai 350 tahun seperti orang Jepang bonsai itu bisa diturunkan secara turun temurun,” kata Mawardi.
Untuk satu tanaman bonsai Mawardi biasa menjualnya dengan harga 2-3 juta dan itu untuk yag baru akan jadi bonsai. Sedangkan untuk yang sudah jadi bisa mencapai puluhan juta rupiah. Seperti hari itu, Mawardi memamerkan bonsai kesayangannya. Rencananya ia akan mematok harga Rp 45.000.000. “Ini memang bonsai kesayangan saya, sebenarnya tidak mamu saya jual tetapi kalau ada yang mau saya tawarkan haraga 45 juta,” ujar Mawardi sambil tersenyum. “Untuk bonsai karena saya hobi laku-tidak laku bukan masaah, karena kalau sudah lihat bonsai tumbuh bagus, indah di pandang kalau memandangnya sudah bahagia,” sambungnya.
Rencananya bonsai yang hendak dipasarkan Mawardi saat ini berjumlah belasan tanaman. Tanaman itu berasal dari berbagai jenis tanaaman seperti anting putri, beringin korea, beringin koreo kuning dan lain-lain.
Dan untuk penjualan biasanya pembeli yang datang ke rumahnya. Namun kadang-kadang bila ia terdesak akan kebutuhan maka bonsai itu ia jajakan dan kalau sudah begitu ia tidak bisa memaksakan berapa harga yang akan ia jual kepada pembeli. “Kalau sudah terdesak kadang-kadang saya terpaksa menjualnya murah, biasanya tidak sampai 3 juta,” kata Mawardi.
Sedangkan untuk perawatan, menurut Mawardi bonsai perlu perhatian khusus seperti penyiraman yang dilakukan minimal sehari sekali. Untuk pupuk bisa diberikan 3 sampai 6 bula sekali. “Yang penting tanah di dalam pot harus bebas hama dan penyakit,” ujar Mawardi sambil menunjukkan bagian batang bonsainya.
Untuk menambah koleksi bonsai kadang-kadang Mawardi harus berburu ke hutan-hutan. “Saya biasa mencari bonsai ke sungai duri, sungai kakap, punggur, kuala dua pokoknya keliling-keliling,” ujar mawardi.
Untuk menambah keperluan sehari-hari, selain bekerja sebagai loper koran, Mawardi juga bekerja sebagai buruh bangunan. Dan untuk menambah usahanya sebuah bank swasta sedang memberinya bantuan berupa kredit. “Semoga saja usaha saya dibidang bonsai bisa berhasil, seperti rekan-rekan saya di Jawa selain hati senang juga bisa menghasilkan uang,” tukasnya.

lengkapnye baca sorang....

Rabu, 04 Juli 2007

Sebuah Senyum untuk Ibu


Maulisa
Borneo Tribune, Pontianak

Riuh rendah suara orang bercakap-cakap memenehi sebuah ruang keluarga di salah satu rumah di Jalan Apel gang Salak I Pontianak Barat. Rumah yang sudah berdiri hampir 20 tahun silam itu di huni sebanyak tujuh orang dewasa dan tiga orang balita yang besarnya hampir sama yakni tiga sampai lima tahun. Namun hari itu, hanya empat orang saja yang sedang berada di rumah sementara yang lainnya sedang dalam menunaikan tugas masing-masing. Pergi ke tempat kerja.
Matahari hampir naik. Meski masih pagi cuaca siang itu lumayan mulai menyengat. Sekujur tubuh mulai terasa bermandi keringat. Cuaca beberapa hari terakhir ini memang sedang gerahnya.
“Perut saya mulai sakit Mak,” ungkap seorang perempuan muda yang saat itu tengah hamil tua.
Yang dipanggil Emak segera melirik. “Benar sudah mau melahirkan,” tanyanya mengharap kepastian sambil tetap menyiratkan wajah khawatir akan keadaan anaknya serta cucu yang sedang di dalam kandungan ibunya.
“Ke klinik saja sekarang,” sela pria bertubuh sedikit gelap yang sehari-harinya akrab di sapa Gogon. Ia adik bungsu si Ibu yang hari itu hendak melahrkan. Rasa khawatir terhadap sang kakak juga tak dapat disembunyikannya.
Sambil mengusap perutnya yang terlihat telah membesar, ia mengangguk. Dibantu Emak dan kedua saudaranya ia dipapah keluar rumah. Namun begitu si Ibu tampaknya tak ingin orang-orang di sekitarnya menjadi begitu prihatin akan keadaannya. Ia berusaha sekuat tenaga untuk tetap tenang dan berjalan tanpa digandeng. Ia ingin memastikan bahwa dirinya sedang baik-baik saja.
Ini bukan pengalaman pertama baginya. Saat ini perempuan muda yang bernama lengkap Agustina (33) memang sedang menanti anak ke duanya.
Agus bekerja di sebuah percetakan yang ada di Pontianak. Pengalaman pertama melahirkan membuatnya sedikit lebih tenang. Tak ada lain yang terlintas dalam benaknya saat itu selain agar anaknya bisa lahir sehat dan selamat.
Anak perempuan pertamanya yang ia beri nama Nadia mengiringi langkah ibunya. Wajahnya tampak ceria medengar berita akan memperoleh adik. Ia sangat menginginkan adik laki-laki. Namun begitu melihat kondisi ibunya, spontan ia merubahnya, laki-laki atau perempuan sama saja yang penting kedua-duanya selamat.
“Perempuan pun nda ape-ape yang penting ade same mama selamat,” ucapnya polos dengan logat melayu kental khas anak-anak.
Motor besi yang dikendarai Gogon, perlahan mulai bergerak. Agus, naik diboncengannya. Ia melambaikan tangan kepada keluarga serta tetangga yang kebetulan datang begitu mendengar kabar akan kelahiran anaknya.
Kakak perempuan tertuanya yang akrab di sapa Along turut menyertai dari belakang.
Mereka tiba di sebuah klinik bersalin terdekat jalan Apel Gang Apel Dalam. Klinik itu sangat asri. Halam depannya dihiasi berbagai macam bunga sehingga begitu memasuki halaman depan suasana teduh mulai terasa berbeda. Teduh dan segar.
Dua orang perempuan berseragam serba putih menyambut di muka pintu. Senyum ramah menghiasi wajah keduanya. Yang satu mengenakan kerudung dan berkacamata sedangkan perempuan yang disebelahnya berambut lurus sebahu.
Kedua perawat muda itu dengan gesit membawa Agus ke ruang periksa. Gogon dan Ka` Long menunggu gelisah di ruang tunggu. Kurang lebih sepuluh menit bidan dan perawat itu memeriksa, kemudian Agus di papah menuju ruang tempat melahirkan. Dua buah tempat tidur yang dipisahkan dengan sebuah tirai putih sedang menunggu pasien yang hendak melahirkan.
Sebuah tabung dari kaca yang dibawahnya terdapat lampu guna menghangatkan bayi yang baru saja keluar dari ramim ibunya. Tempat untuk mengukur dan menimbang berat badan bayi. Serta berbagai perlengkapan untuk melahirkan lainnya. Pintu di tutup. Sejenak keheningan mulai mencipta. Seisi ruangan seakan-akan hendak berdoa menyambut makhluk sempurna ciptaan Yang Maha Kuasa.
Pertaruhan hidup dan mati sedang dimulai. Kerelaan seorang perempuan tengah dipertaruhkan. Bahkan dengan keadaan yang demikian, diberi sebuah penghargaan yang besar untuk seorang Ibu yang dengan rela menahan sakit serta derita saat melahirkan dengan ungkapan makna yang sangat indah, Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu.
Saya pikir inilah saat yang paling penting. Perempuan memiliki banyak sekali peran dalam hidupnya. Dia manusia yang bisa melahirkan para pewaris dunia dari rahimnya. Dia manusia yang bisa mendampingi para pemimpin mencapai puncak kesuksesannya.
Dia juga bisa menjadi dirinya sendiri –sebagai perempuan yang ingin agar eksistensinya bisa berguna bagi dunia. Dia manusia yang menjadi guru dan pengajar pertama bagi anak –anak kecil sesudah melahirkannya.
Dan untuk semua itu, dibutuhkan kekuatan dari dalam hati. Jika saja para perempuan mencurahkan seluruh cintanya untuk berperan dalam kehidupannya yang luar biasa itu, maka dia akan tampak begitu kuat. Cinta dan energi berlipat –lipat yang harus dikeluarkan untuk orang –orang yang dicintai, itulah yang membuat perempuan harus lebih kuat. Lebih banyak memberi itu membutuhkan kekuatan yang lebih daripada hanya menerima.
Perempuan memberi cinta untuk semua orang, maka para perempuan harus kuat. Dan karena perannya yang luar biasa itulah kita berpikir, alangkah beratnya semua itu. Penuh tantangan dan mungkin lebih mudah ditulis daripada dilakukan.
Selama kurang lebih tiga puluh hening mencekam. Tepat pukul 12.02 suara tangis meledak dari dalam kamar. Kami saling menebar pandang, mengembangkan senyum bahagia. Along seperti tak ingin ketinggalan. Melalui jendela tembus pandang, ia memberi isyarat bahwa bayi yang baru lahir itu laki-laki dan kedua-duanya selamat. Rasa lega membahana di rongga dada.
Satu persatu keluarga terdekat kedua belah pihak berdatangan. Setelah selesai dibersihkan dan dihangatkan di dalam sebuah tabung kaca. Ibu dan bayi di pindahkan di salah satu ruang inap untuk pasien. Setiap kamar diberi nama seperti istri-istri nabi. Ada Siti Aisyah, Siti Khadijah, Siti Hajar dan lain-lain. Berhubung si Ibu seorang Muslim, bayi laki-laki itu segera di adzankan.
Wajah Agus tampak sangat lega. Pelipisnya dibanjiri keringat. Dari mulutnya tak hentinya mengalir rasa syukur. Meski suami tidak turut mendampingi, namun semua tidak mengurangi rasa bahagianya. Setelah merasa agak nyaman, ia memencet nomor di ponselnya untuk menghubungi suami yang saat ini sedang bertugas di luar kota. Dan terjadilah percakapan dua insan yang saling mencintai. Bola mata Agus tampak berkaca-kaca, senyumnya merekah sambil mengendong bayi laki-laki dalam gendongannya.
”Lega rasanya,” ucapnya dengan mata berbinar-binar.
”Apa rasanya? Sakit?” Tanya saya yang memang belum pernah melahirkan karena saya belum menikah.
”Sakit sebentar, tapi tidak lama, malah rasanya ingin melahirkan lagi,” ucapnya sambil menyertakan senyum kepada bayinya. ”Apalagi lihat bayi yang dilahirkan sehat, selamat, rasa sakit tidak ada apa-apanya,” ungkap Agus bahagia.□

lengkapnye baca sorang....